Quintel Blogger theme

A free Premium Blogger theme.

Minggu, 23 Februari 2014

Jejak Sajak

Rindu ini mengiris hatiku dan hariku
Ketika rindu yang tampak adalah senyummu
Hatiku tak mampu menghapus senyuman itu
Hariku tak mampu beranjak tanpa senyuman itu
Ketika sesungging senyummu meruntuhkan hatiku
Membawa segenggam harapan yang membuatku luluh dengan senyum itu

Rindu ini membuat sepi tak mau beranjak
Bertemankan sepotong jingga yang tersisa di pelupuk
Beralaskan hati yang nyaris remuk
Aku tetap mencinta, meski tanpa peluk
Aku tetap setia, meski tanpa senyummu yang khusyuk

Rinduku ini bertemu dengan sunyinya
Bagai meraut bambu lalu tersayat sembilunya
Sedikit memang yang terluka
Namun tak kau rasakan perihnya

Aku masih tetap menunggumu
Aku masih tetap mencintaimu
Aku akan tetap mencintaimu dengan sederhana-ku

Meskipun ombak lupa bahwa karang terlalu tegar untuk ia lawan
Meskipun karang lupa bahwa ia akan rapuh meski ia lebih kuat dariku

Sabtu, 15 Februari 2014

Sajak Hari Ini

Aku duduk termenung memandangi langit Jumat sore yang kian membiru pudar di depan mata
Sembari seolah menerawang langit timbul satu tanya,
Mengapa ketika senja langit berwarna jingga?
Mengapa ketika senja berwarna jingga, danau dan laut harus memantulkan hal yang sama?
Mengapa di saat danau dan laut memantulkan jingga senja, yang selalu muncul adalah bayangmu?
Ah, kubiarkan waktu menjawabnya.

Sabtu,
Minggu,
Senin,
Selasa,
Rabu,

Mentari Kamis pagi memburat indah membebaskanku dari penjara alam mimpi yang kian hari kian mengutukku untuk tetap bertahan di sana,
Awan berbaris menatap awan yang seolah  tak henti-hentinya bertanya mengapa kian hari kian lamat tatapku padanya.
Mudah saja, aku merindukan seseorang yang kini tengah melihatmu di tempat lain.
Jikalah awan-awan itu mampu, tentu akan kutitipkan salamku untuknya.
Katakan padanya, aku masih menunggu di sini, melihatnya melaluimu. Depth.


-WRN-

Demi Cinta Ibu Pertiwi

Jatuh, terluka, terhempas

Jatuh karena cinta, bangkit demi cinta
Tiada sangka di balik meronanya senja ada setitik hujan yang merusak bahagia
Termenung aku di balik jaket tebal bertuliskan cinta
Di Bumi Pertiwi tercinta
Yang kujanji bersama

Terluka karenaku, terobati karenamu
Bumi Pertiwi saksi bisu cintaku
Cinta putih, suci, yang kujaga untukmu
Hingga esok tiada pun tetap abadi atas nama cintaku padamu

Terhempas
Terbuang
Terusir
Terasing

Terhempas demi menjaga cintaku untukmu
Bangkit demi menjagamu untuk tetap bersamaku
Berikan waktu wahai Ibu
Akan kujaga Pertiwimu dengan segenap jiwa ragaku
Hingga esok tiada berlalu
Hingga karang terbelah kerasnya ombak laut biru
Hingga mekar bunga di atas karang batu

Merasa terasing
Terasing dari keasingan seorang pesakitan pengasingan di tempat asing
Hingga jiwanya asing atas raganya yang asing

Hujan telah reda
Senja telah tiada
Hari telah mengucap jumpa
Berganti purnama
Setia
Menemani hati asing yang terusir karena cinta, dan kembali atas nama cinta


-WRN-

Rabu, 05 Februari 2014

Sederhana.

Katamu, nyanyian alam terindah adalah debur ombak yang memecah heningnya malam.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana ombak memecah karang.

Katamu, lukisan alam terindah adalah semburat senja yang menggantung di kaki langit.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana jingga sore yang menggantung itu.

Katamu, tarian alam terindah adalah hujan yang turun dengan gemulai di sore hari.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana rinai hujan membasahi tanah tandus.

Aku ingin menjadi refleksi bayang sempurnamu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, sesederhana cintamu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Aku ingin mencintaimu dengan diriku yang sederhana.

Aku ingin mencintai, tanpa memilikimu.

Aku ingin melupakanmu, tapi aku mencintaimu.
Dengan sederhana.
Aku ingin mencintaimu, tapi aku ingin melupakanmu.

Seperti debur ombak yang lupa bahwa karang lebih tegar untuk melawan,
seperti senja yang lupa mengucapkan selamat tinggal,
seperti rinai hujan yang kering mengecap bebatuan,

Aku ingin melupakanmu.


-WRN-